Kasus Prita Mulyasari - Khoe Seng Seng, Indikasi Kegagalan Sebuah Negara
Setelah kasus Prita Mulyasari merebak ke permukaan, kali ini muncul lagi kasus yang mirip, dengan motif dan latar belakang yang sama "pencemaran nama baik". Adalah Khoe Seng Seng yang juga mengalami peristiwa nahas jauh sebelum apa yang dialami oleh Prita Mulyasari yang dijebloskan kepenjara karena dianggap telah menyebarkan nama baik Rumah Sakit Omni Medical Care International melalui Surat Elektronik (Email) di mailing list. Surat pembaca yang dilayangkan oleh khoe seng seng ke Harian Kompas pada 26 September 2006, berbalik menjadi boomerang dengan dalih dan topeng pencemaran nama baik.
Khoe Seng Seng awalnya bersoal dengan PT Duta Pertiwi Tbk yang bergerak di bidang property sebagai pengembang ITC Mangga Dua Jakarta. Oleh Khoe Seng Seng, pihak pengembang PT Duta Pertiwi Tbk, dianggap tidak transparan dalam memberikan informasi kepada para calon pembeli tentang status tanah ITC Mangga Dua. Hal ini terungkap, ketika Khoe Seng Seng hendak memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB), baru diketahui bahwa HGB ITC terbit di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Lalu melalui Harian Kompas tertanggal 4 Oktober 2006, PT Duta Pertiwi melalui rubrik surat pembaca memberikan tanggapannya berupa bantahan bahwa telah membohongi para pemiliki kios ITC terkait masalah HGB. Dalam tanggapannya pihak pengembang dalam hal ini PT Duta Pertiwi Tbk juga menjelaskan bahwa pihaknya telah memberitahukan perihal HPL kepada para penghuni kios. Meski demikian, PT Duta Pertiwi Tbk tak cukup puas sampai di situ. Lebih jauh, PT Duta Pertiwi Tbk malah menggugat Khoe Seng Seng di Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas dasar pencemaran nama baik serta menuntut ganti rugi total sebesar Rp 17 milyar.
Dan seperti yang sudah bisa diduga, sama persis seperti yang dialami oleh Prita Mulyasari, dalam putusannya Majelis Hakim menyampaikan bahwa Khoe Seng Seng terbukti bersalah karena dinilai telah melanggar Hak Subyektif Penggugat (Sinar Mas Group) dengan menulis 2 buah surat pembaca di harian KOMPAS dan SUARA PEMBARUAN yang telah menyerang kehormatan dan nama baik Sinar Mas Group. Kehadiran para saksi dalam persidangan dengan memberi kesaksian dibawah sumpah bahwa apa yang tertulis dalam surat pembaca yang dikirimkan oleh khoe seng seng adalah fakta kejadian yang juga dialami oleh para saksi serta ribuan pemilik property lainnya yang telah membeli dari Sinar Mas Group, ternyata telah diabaikan oleh Majelis Hakim.
Kisah kasus demi kasus tersebut di atas, sekali lagi mengindikasikan bahwa Negara telah gagal melindungi rakyatnya. Negara telah berubah menjadi Leviathan yang memakan anaknya sendiri. Perzinahan yang dilakukan oleh kaum kapitalis borjuis dengan elit kekuasaan penyelenggara Negara melahirkan anak-anak haram berupa produk-produk hukum yang menindas rakyat.
Negara tak lagi mampu memposisikan dirinya sebagai Negara hukum "rechtsstaat" yang memberikan rasa aman dan kepastian hukum kepada warga Negaranya. Negara melakukan akrobat hukum dengan mengabaikan esensi keadilan dimana setiap warganegara tidak lagi setara di depan hukum. Hukumnya, siapa yang punya uang maka dia yang mengatur hukum.
Di tengah rangkaian persiapan pemilihan Presiden pada Juni mendatang, kita masih punya kesempatan untuk terus mengamati calon-calon Presiden mana yang memang memiliki keberpihakan kepada rakyat. Bukan dengan janji tapi dengan tindakan nyata. Apa yang dilakukan Jusuf Kalla dengan membebaskan Prita bukanlah hal yang luar biasa karena Prita Mulyasari adalah memang asli pribumi. selain itu, bisa jadi campur tangan JK dalam kasus Prita adalah sebagian kecil dari strategi JK dalam pencalonannya sebagai Capres 2009 ini.
Lalu bagaimana dengan Khoe Seng Seng yang merupakan warga negara keturunan? Apakah Jusuf Kalla juga akan bersikap sama seperti apa yang dilakukan terhadap Prita? Mungkinkah Megawati dengan didampingi oleh Puan Maharani dan Pramono Anum akan mendatangi Khoe Seng Seng seperti halnya yang dilakukan terhadap Prita? Lalu bagaimana tindakan SBY dan cawapresnya Boedhiono yang dalam pidatonya di SABUGA - Bandung berbicara tentang ekonomi kerakyatan melihat pedagang kecil seperti Khoe Seng Seng dilindas mati oleh pengusaha kapitalis raksasa Eka Tjipta Widjaya pemilik PT Duta Pertiwi Tbk (Sinar Mas Group)?
Semoga Eka Tjipta Widjaya bukan salah seorang dari para penyumbang dana kampanye para calon Presiden.
Jika tidak ada satupun dari ketiga calon Presiden yang memberi perlakuan dan tindakan kepada Khoe Seng Seng, seperti yang diberikan kepada Prita, maka menjadi benar bahwa ini adalah bukti kegagalan sebuah Negara.
Hari ini Prita Mulyasari, kemarin Khoe Seng Seng, besok bisa jadi saya, dan mungkin saja Anda yang membaca tulisan ini, keluarga anda atau siapapun yang ada di luar sana.
Hanya satu kata, BANGKIT MELAWAN DEMI MASA DEPAN.... ATAU DIAM, MATI DIGILAS RODA SEJARAH!!!
Sumber Referensi:
http://itempoeti.wordpress.com